Asal Template

Skin Design:
Free Blogger Template

Powered by Blogger


Rabu, 31 Desember 2008

Hi-Tech

Eko Marsyahyo, Dosen ITN Penemu Bahan Anti-Peluru dari Serat Pohon Rami
Terinspirasi Kata "Masad" dari Surat Al Lahab

Bahan jaket, helm, atau tank anti peluru biasanya dibuat dari serat Kevlar yang merupakan derivatif dari minyak bumi. Untuk jaket anti-peluru standar Polri dari bahan Aramid. Tetapi, dosen teknik mesin ITN Malang Eko Marsyahyo menemukan bahan lain yang ramah lingkungan, yakni dari serat pohon rami yang banyak tumbuh di Indonesia.
KHOLID AMRULLAH, Malang
--------------------------------------------------
Penampilan Eko yang ditemui Sabtu (27/12) cukup gaul. Mengenakan celana dan jaket jeans warna hitam, Eko mengajak Radar masuk di ruang kerjanya, ITN. Di pojok ruangan, benda-benda eksperimen yang dibuat Eko dipajang. Ada helm dari serat rami. Dia lalu menunjukkan barang-barang tersebut. Hanya, khusus untuk panel yang telah diuji coba tidak ada di ruangan itu Tetapi disimpan di tempat penelitiannya di UGM, tempat dia menempuh program doktor.

Eko menceritakan pengalamannya meneliti serat rami itu. Menurut dia, inspirasi meneliti serat muncul pada 2000 setelah dia membaca koran. Di koran itu ada tulisan di Pesentren Darus Salam Garut Jawa Barat telah menanam rami untuk bahan-bahan industri mobil. Awalnya, dia belum begitu tertarik.

Namun, tak sengaja ketika dia membaca terjemahan Alquran surat Al Lahab ayat 5 yang berbunyi "fiijiidihaa hablum min masad" (di dalam nereka yang panas itu -Abu Lahab- lehernya diikat dengan tali dari serabut). Dari situ rasa ingin tahunya semakin besar. Apalagi, dalam tafsir yang lain disebutkan, "masad" tidak hanya serabut kelapa, tetapi semua serabut. Dari situ dia semakin yakin, kata itu menyimpan banyak pengetahuan.

Dia pun mencari berbagai referensi tentang serat tumbuhan yang ramah lingkungan. Apalagi pada 2004 mulai ada kampanye global warming. Dari berbagai penelitian itu, lelaki kelahiran 1971 ini mencoba serat pohon rami varietas Pujon untuk bahan jaket anti-peluru.

Serat tersebut dijadikan kain dengan komposisi tertentu setebal sekitar 2,5 cm. Kemudian dilapisi perekat berupa lem. Dia membuat tiga level, level 1 untuk senjata kecepatan rata-rata 200 mter/detik. Senjata ini biasanya berpeluru timah panas. Level 2 untuk peluru berkecepatan rata-rata 328 meter/detik atau biasa yang digunakan polisi.

Sedang untuk level 4 berkecepatan di atas 900 meter/detik. "Untuk yang level 4 masih tembus dan peluru tidak nyantol," kata alumni Teknik Mesin ITN ini. Untuk senjata standar Polri sudah tidak bisa menembus panel yang level 2. Namun, dia tidak mencoba dengan senjata level 3, karena di Indonesia nyaris tidak pernah digunakan.

Menurut laki-laki berkacamata ini, uji coba itu dilakukan dua kali. Yang pertama dilakukan di Litbang TNI AU Bandung pada 2007 dan yang kedua di Litbang Hankam Jakarta pada 2005 lalu. Di dua lembaga tersebut untuk panel level 2 tidak mampu ditembus peluru standar Polri dari jarak 5 meter.

Saat ini Eko sedang mencoba untuk membuat panel level 4. Yakni untuk senjata perang berkecepatan paling tinggi. Menurutnya, senjata di level ini masih bisa menembus panel serat raminya saat ditembakkan dari jarak 5 meter. Pelurunya menembus dan hilang. Namun, dia masih yakin dengan komposisi yang baru, peluru tersebut akan bisa ditahan.

Setidaknya jika ditembakkan dari jarak 50 meteran. Karena pada umumnya jarak tentara yang perang itu minimal 100 meter. Tetapi memang, katanya, untuk jarak standar uji coba harus 5 meter. "Untuk level 4 itu selain rami juga harus ditambah dengan bahan-bahan lain," ujar dosen yang sedang menempuh program doktor Jurusan Teknik Mesin Bidang Material Teknik UGM ini.

Eko mengatakan, sebenarnya di Indonesia ini memiliki sumber daya yang besar. Jika pemerintah memberikan dukungan kepada peneliti untuk mengembangkan alat utama sistem persenjataan (alutsista) TNI. Menurut dia, sebenarnya Indonesia bisa mandiri membuat alat-alat persenjataan itu. Karena kualitas peneliti Indonesia sejajar dengan bangsa-bangsa lain.

Ayah dua anak ini mengatakan, berkat temuannya itu, makalahnya yang dikirim ke jurnal internasional banyak mendapat respons. Malahan, dalam jurnal internasional Industrial Textile, makalah Eko masuk sebagai lima besar tulisan yang paling banyak dibaca. Selain itu, dalam pameran Indodefence 2008 di UGM beberapa waktu lalu juga banyak menyita perhatian.

Saat ini, dia sedang memproses hak paten untuk temuannya untuk panel level 2. Dia mengatakan, sebenarnya yang meneliti serat rami sudah banyak, tetapi khusus untuk bahan jaket anti-peluru baru dirinya.

Menurut dia, pohon rami yang berasal dari daratan Cina itu bisa tumbuh subur di Indonesia. Selain itu serat rami adalah bahan yang ramah lingkungan. Malahan, dia mendengar saat ini Amerika melalui pihak ketiga telah menanam ribuan hektare rami di wilayah Kalimantan Timur. (lid/ziz)

Tidak ada komentar: